Kamis, 25 Maret 2010

Prioritas Utama Rumah Tangga Cinta (Hanya) Kepada Allah

Prioritas Utama Rumah Tangga Cinta (Hanya) Kepada Allah
Oleh : K.H. Abdullah Gymnastiar

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Mereka yang berteman satu sama lain karena Aku. berhak memperoleh cinta Ku dan mereka yang saling membantu antara sesamanya karena Aku. Berhak memperoleh cinta-Ku・(H.R. Thabrani)
Subhanallah, alangkah indahnya kalau seorang suami berani berkata kepada istrinya,
seperti berikut ini : Wahai
istriku, janganlah engkau terlampau mencintaiku. Aku hanyalah sekedar makhluk yang tiada daya dan upaya. Aku tidak akan pernah bisa membelamu, kecuali kalau Allah mengaruniakan kekuatan kepadaku. Aku tidak akan pernah mampu memberi nafkah kepadamu walau satu rupiah, kecuali kalau Allah menitipkan rizki kepadaku.

Cintailah Allah pemilik alam semesta ini. Sekiranya Allah mencintaimu, maka niscaya Dia akan memelihara dirimu walaupun aku jauh darimu. Sekiranya Allah menyayangimu, maka Dia pasti akan membela dan mencukupimu walaupun aku tidak berdaya untuk membela dan mencukupimu. Cintailah aku sekedar apa yang diperintahkan Allah kepadaku.

Inilah sesungguhnya cerminan dari laa hubba illallaah. Betapa teramat mulianya rumah tangga yang menjadi kan cinta kepada Allah Azza wa Jalla sebagai prioritas utama motivasinya membangun keluarga. Betapa tidak! Rumah Tangga yang bersungguh-sungguh dalam meningkatkan kesanggupannya untuk tidak mencintai apa dan siapa pun, kecuali hanya Allah, niscaya akan merasakan lezatnya dekat dan bertatapan dengan Dia yang memiliki sifat Rahman -Rahim .

Seorang istri yang hanya mencintai Allah, dia berbakti kepada suami bukan agar suami mencintainya. Tidak heran kalau dia mampu menunjukkan bakti dan kesetiaannya kepada sang suami dengan begitu tulus. Manakala suami pulang dari kantor atau dari bepergian, dia akan senantiasa menyambutnya dengan hati yang indah, yang tersemburat dari wajah dan penampilan yang sedap dipandang mata sang suami.

Demikian pun ketika suami berangkat dari rumah, ia akan menghantarnya dengan hati dan tatapan yang tidak diselimuti kekhawatiran, apalagi kecurigaan. Sementara dirinya yang tinggal di rumah pun mampu menjaga diri dan harat suaminya dengan sebaik-biknya. Kalau berkata-kata, lisan sang istri akan senantiasa terjaga. Sekali-kali tidak akan pernah terlontar sepatah kata pun yang bisa membuat hati suami susah atau terluka. ***

Tidak ada komentar: