Sabtu, 03 April 2010

Sang Khalik dan Hati Sehat

Sang Khalik dan Hati Sehat
================================================================================

Seorang sufi besar, Imam Al-Qushairy an-Naisabury, dikenal sebagai penunggang kuda yang piawai. Hubungan Naisabury dengan salah satu kudanya sedemikian dekat. Selama 20 tahun, Imam Naisabury menyayangi kuda itu. Ia merawat baik kuda tersebut sampai akhirnya Sang Imam wafat. Sepeninggal tuannya, kuda itu tampak murung. Ia menolak makan sama sekali hingga. Tak lama kemudian, si kuda itu pun mati.

Itu hanya salah satu kisah kedekatan bahkan kesetiaan seekor hewan piaraan pada tuannya. Banyak kisah lain semacam itu. Juga di dunia modern sekarang. Di antaranya adalah kisah tentang anjing yang setia mengunjungi makam pemiliknya setiap hari hingga hewan peliharaan itu mati. Tak heran bila kuda itu sedemikian "berduka" begitu Naisabury wafat.

Apa yang sebenarnya membuat hewan itu dapat sedemikian terikat dengan majikannya? Hewan tidak dapat berkomunikasi verbal dengan manusia. Hewan juga tak memiliki akal yang dapat mengalkulasi atau menilai baik atau buruk sosok yang selama ini banyak memanfaatkan jasanya tersebut. Kuda itu hanya mempunyai naluri. Tak lebih dari itu.

Cinta yang terpancar dari kalbu Imam Al-Qushairy an-Naisabury ternyata telah menembus sekat atau pembatas manusia dengan hewan. Pancaran cinta manusia itu bahkan dapat menyentuh naluri binatang, lalu binatang itu membalasnya dengan semacam cinta atau kesetiaan yang sebaliknya. Bukan hitung-hitungan akal yang berperan. Bukan pula komunikasi lisan yang menentukan. Hubungan keduanya dapat terjalin kuat oleh hal yang lebih mendasar, yakni cinta yang terpancar dari hati.

Hati dapat mempersatukan manusia dengan hewan peliharaannya. Maka, hati tentu dapat lebih mempersatukan manusia dengan manusia lain. Manusia memiliki akal yang dapat digunakan mengukuhkan dan memelihara kesatuan hati. Manusia mempunyai kemampuan verbal untuk mengekspresikan isi hatinya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kesatuan hati antarsesama manusia yang menjadi kunci sukses atau keberhasilan seseorang. Kebersatuan hati istri, suami, dan anak-anak yang menjadi kunci sukses keluarga. Kebersatuan hati dengan bawahan, kolega, dan atasannya adalah kunci sukses seorang profesional di suatu perusahaan. Kebersatuan hati dengan pelanggan dan pemasok adalah kunci sukses seorang pebisnis.

Jalan tasawuf menunjukkan kita pada cinta yang lebih powerful untuk berbagai urusan, dan bahkan juga lebih abadi, yakni hubungan cinta manusia dengan Sang Khalik, Sang Maha Pencipta. Dialah pemilik kerajaan alam semesta ini. Maka, hanya Dia yang dapat menjamin apakah kita --manusia yang lemah ini-- dapat meraih sukses yang sesungguhnya atau tidak. Sekali lagi, hanya Sang Khalik yang dapat menjamin kita untuk dapat meraih sukses yang sesungguhnya. Bukan sukses yang semu. Jaminan itu berwujud keterjalinan cinta dengan-Nya.

Sang Khalik telah bermurah hati mengaruniai kita dengan perangkat yang dapat membangun dan menjaga cinta tersebut. Perangkat itu adalah hati. Itu yang disebut Rasulullah sebagai penentu baik-buruk seseorang. Itu pula yang menjadi bahasan Ibnu Sina dan Imam Al-Ghazali. Melalui hati itulah, Tuhan menanamkan benang atau kawat (wire) dalam diri manusia yang dapat menjangkau keberadaan-Nya.

Itu yang disebut Danah Zohar sebagai 'God Spot' atau "Titik Tuhan". Sains tentang Tuhan mendeteksi keterjalinan seseorang dengan Sang Pencipta melalui foto pancaran energi otak. Foto pancaran energi otak seseorang yang tengah khusyuk dalam zikir diperbandingkan dengan foto serupa saat orang yang sama melakukan aktivitas keseharian. Hasilnya sangat berbeda. Terutama pada foto pancaran energi otak kanan. Bahkan sains pun kini mengakui bahwa jalinan cinta manusia dengan Sang Khalik bukanlah dunia angan-angan kosong, melainkan sesuatu yang sangat nyata. Sama nyata dengan berbagai hal yang dapat terjangkau oleh indera kita.

Sayangnya, dalam realita, tak semua manusia dapat memanfaatkan secara optimal perangkat penentu sukses itu. Tak semua hati dapat menjalankan fungsi benang penghubung dengan Sang Khalik. Menurut Imam Ghazali, hanya hati sehat yang dapat berfungsi sebagai pengikat jalinan cinta dengan Sang Pencipta. Semua orang sebenarnya dikaruniai hati sehat namun hanya sebagian dapat menjaganya. Sebagian lain yang lebih banyak membiarkan hatinya terjangkiti penyakit. Sebagian bahkan tak tahu bahwa hatinya telah mati.

Di matanya sendiri, juga di mata para pendamba keduniawiaan, mungkin ia tampak sukses. Namun, sesungguhnya ia jauh dari sukses sejati. Ketika hati telah mati, maka sesungguhnya hakikat orang tersebut sebagai manusia juga telah berakhir. Sebaliknya, hati sehat berarti kunci sukses dunia-akhirat berada dalam genggaman.
Kisah kesetiaan kuda di atas hanya sebuah anekdot betapa kuat cinta yang terpancar dari hati sehat Imam Al-Qushairy An-Naisabury. Dengan hati sehatnya, sang Imam terus terhubung dengan Sang Khalik. Itu yang menjadi penentu sukses sang Imam. Itu pula yang seharusnya menjadi kunci sukses kita.

Tidak ada komentar: